Friday, August 3, 2007

Cita-cita

"Apa cita-cita mu?", Begitu sering kita mendengar orang dewasa bertanya pada kita saat kita kecil dulu.

"Kalau sudah besar mau jadi apa?"

Yang ditanya (anak-anak) mungkin hanya bisa malu-malu saja menjawabnya. Lalu jawaban yang keluar pun cenderung sama. Mau jadi tentara, dokter, insinyur, atau guru mungkin.

Saya sendiri lupa dulu menjawab apa, yang pasti dari semua jawaban template anak-anak tersebut yang sering saya ucapkan adalah tentara lalu insinyur. Yah, seperti itulah, saya dulu waktu kecil tidak punya gambaran mau jadi apa kalau sudah besar. Sebenarnya saya merasa iri dengan anak-anak yang mampu menjawab pertanyaan itu dengan antusias dan cepat serta mampu memberi alasan kenapa memilih cita-cita itu.

Tulisan ini sebenarnya terilhami dengan acara tv, Absolut 2020, ada seorang anak kecil, Mucchi namanya. Dia tinggal di Amerika sana. Usianya kira-kira 7 tahun. Keluarganya berantakan, ayah seorang penganggur dan pemabuk, kakaknya tidak sekolah dan menjadi berandalan yang akhirnya ditahan karena merampok sebuah toko. Lalu ibunya yang sering marah-marah kepada sang ayah karena tidak bisa menjadi ayah yang baik baik keluarga itu.

Lalu si Mucchi ditanya tentang cita-citanya, dengan antusias dia menjawab ingin menjadi hakim. Mmm... jawaban yang mencengangkan bagi saya, karena saya jarang sekali menerima jawaban itu dari anak-anak. Lalu Mucchi menjelaskan alasannya kenapa memilih cita-cita itu. Dia berkata, bahwa dia sangat tertarik dalam memberi keputusan. Dia tertarik jika seorang perempuan memberi keputusan. Mmm... jawaban yang sederhana tapi sarat akan makna feminisme... (ehehhe... saya meledek pacar saya lewat sms).

Yah... kembali kepada saya waktu kecil dahulu... Saya tidak bisa memberi jawaban yang benar-benar saya cita-citakan. Saya tidak pernah bercita-cita ingin menjadi graphic designer atau hal-hal yang berhubungan dengan iklan.

Setiap orang yang bertanya kepada saya tentang cita-cita, saya hanya menjawabnya dengan template. Menjadi tentara atau insinyur. Itu saja, dan ketika orang bertanya tentang alasan saya. Saya menjawab, kalo jadi tentara seru karena sepatunya bisa bunyi kalo lagi jalan, prok ... prok ... prok... gitu lah. Terus terang saya memang suka sekali dengan bunyi sepatu yang beradu dengan lantai. Buat saya suara itu sangat gagah. Dan bahkan sepatu dengan sol dari karet ketika menimbulkan suara yang beradu dengan jalan aspal atau tanah juga sangat menarik untuk saya.

Lalu untuk jawaban insinyur saya memberi alasan karena mengasyikan jika kita kerjanya hanya menggambar saja. Menggambar dan menggambar... Mmm... Tapi ternyata setelah saya ingat-ingat kembali, saya lebih menyukai gambar-gambar gedung yang belum jadi, gambar gedung yang masih blue print, gambar gedung yang masih berbentuk garis-garis saja tanpa ada fill.

Agak melantur akhirnya saya berbicara tentang cita-cita ini. Tapi memang ternyata jawaban-jawaban yang keluar dari seorang anak kecil itu ada yang benar-benar jawaban mereka yang keluar dari dalam hatinya namun ada pula yang hanya mengikuti template yang ada dengan alasan yang macam-macam. Mungkin jawaban sebenarnya dari cita-cita seorang anak ada di alasan mereka.

Kembali pada lanturan tentang cita-cita...

Saya juga sangat menyukai kegiatan mengamati. Terutama ketika naik bis atau mobil. Saya sangat menikmatinya ketika memandang dan memperhatikan salah satu sudut yang paling reot di dalam bis itu. Entah kenapa, menurut saya sudut itu sangat mengasikkan untuk dilihat. Akhirnya saya sering bermain dengan bentuk kotak atau balok. Karena hal yang "mengasikkan" dengan sudut-sudutnya.

Mungkin dari situ saya suka sekali memperhatikan hal-hal yang mendetail, meskipun kadang-kadang luput juga.

Ah... cita-cita...
Sekarang apa lagi cita-cita saya ya?