Wednesday, August 6, 2008

Road to Yogya

Yogyakarta, begitu lama saya tidak mengunjungi kota itu. Mungkin terakhir kali saya kesana ketika masih berusia 10 tahun. Lama ya...

Tetapi beberapa hari yang lalu, pada minggu terakhir di bulan Juli, akhirnya saya kembali merasakan hangatnya kota Yogya. Bersama 2 orang kawan kami berangkat. Selain untuk keluar dari rutinitas dan mencari warna lain, tujuan kami kesana adalah untuk menghadiri acara Pinasthika Award 2008. Sebuah ajang festival iklan yang diadakan setahun sekali di kota ini. Dan kebetulan 3 karya kami masuk nominasi 110 dari 917 total karya yang masuk. Tetapi memang belum waktunya untuk naik panggung tahun ini. Hanya masalah waktu saja, semuanya berjalan bertahap.

Kebetulan dalam acara Pinasthika tahun ini, adik saya, Eddu Enoary Eigven juga berhasil masuk nominasi finalis pada kategori Ad Student. Tetapi belum waktunya untuk dia mengangkat trophy kali ini. Tapi besok, dia berani bertaruh untuk menjadi waktunya.

Pinasthika 2008 ini mungkin sudah lewat dan menyisakan harapan yang terpendam menunggu untuk dipetik. Tetapi Yogyakarta selalu ada membagi kehangatannya.


Friday, July 18, 2008

WANTED: Art Director

Aksara Communication (advertising agency) is looking for a creative, imaginative, hardwilling, hardworking, have an unconventional ideas for Art Director position.


Requirements:

  • 1-2 years experience in the same position
  • Able to work with Photoshop, Illustrator, and InDesign
  • Manual drawing and pohotography skill would be advantage
  • Man/ woman not more than 26 years old

Just simply send your CV, portofolio, and a sampe of initiative ad to eddo.dadyka@gmail.com

Saturday, May 24, 2008

Elsara



Selamat Ulang Tahun Deasy Elsara...
Bog and Rog ingin mengucapkan juga lho.
Mereka ingin nduluin yang laen...
heheh... semoga panjang umur, semakin sabar, tetep manis, oh iya semoga skripsi nya lancar, semoga si abang berhenti merokok. Tau tuh, dah dibilangin padahal...

Tuesday, April 22, 2008

Mereka datang...


Setelah melewati banyak sekali rintangan memasuki atmospher bumi, akhirnya mereka mendarat dan mendatangi kita. Access mereka ke area blogger ini pun sempat terhalang. Entah mengapa mereka tidak bisa mengupload diri mereka disini. Mungkin masih perlu adaptasi... Multiply begitu juga... mereka terhalang untuk upload diri mereka disana.

Padahal mereka membawa misi yang cukup penting. Membantu Illa, seorang gadis kecil yang saat ini sedang menunggu diagnosis dokter, apakah dia terkena penyakit yang katanya jarang di Indonesia (penyederhanaan kata dari tidak mampunya dokter Indonesia mendiagnosis penyakit).

Illa terkena penyakit kawasaki, penyakit yang ditemukan oleh seorang dokter dari Jepang. Disebabkan oleh virus yang gejalanya mirip penyakit tampak. Penyakit ini menyerang anak-anak.

Pengobatan untuk penyakit ini pun terbilang masih mahal...

Wednesday, April 9, 2008

Bermimpi untuk Tidak Sekedar Bermimpi

Suatu pagi yang cerah, ketika burung-burung kecil sudah mulai bermain cit cit cuit dan para pejantan ayam sedang bersiap-siap berkokok. Pak Dullah, seorang petinggi desa, sudah bersiap-siap pula. Sudah rapi dengan seragam pejabat desa warna coklatnya, ia berpamitan kepada istri dan keluarganya di rumah. Lalu sejenak ia berpamitan pula dengan warga desa yang juga sudah ada di kediamannya untuk melepasnya pergi menunaikan tugas kedesaan.

Sebuah ruang aula yang sangat besar, cukup untuk memuat kurang lebih pemain bola beserta setengah dari lapangannya serta para penontonnya. Sebuah tempat kerajaan yang sedang dipersiapkan untuk menjadi tempat perhelatan sang raja negeri menyambut tamunya. Ya, pertemuan antara sang raja negeri dengan para raja kecil semacam Pak Dullah.

Pohon disana sangat rindang, besar, dan kokoh. Dengan rumput yang pendek terpotong rapi, angin berseloroh kepada dedaunan pohon untuk meminangnya dalam buaian alam biru. Menggelitiknya hingga daun pun tertawa tertahan kemeresek. Tidak sedikit daun yang berjatuhan tak tahan gelitik sang angin.

Sebuah tempat yang damai, sejuk, dan nyaman. Sekedar untuk memejamkan mata mungkin akan lebih nikmat lagi disini. Begitu pikir Pak Dullah, yang duduk di tengah aula beserta para raja kecil lainnya. Tak berapa lama sang raja negeri datang dengan tatanan langkah penghormatan yang tiada terkira. Sebagai pemimpin negeri dia adalah penguasa tunggal yang mampu menjungkir balikkan kenistaan menjadi keindahan, seharusnya seperti itu. Tetapi ...

Angin sepertinya membaca benak Pak Dullah, dihampirinya, dibuainya, dan dibelainya mata Pak Dullah. Berat, nyaman, damai, dan tenang. Sedikit perih tetapi sangat dianjurkan untuk terpejam. Begitu bisik angin kepada Pak Dullah. Belum beberapa lama kelopak mata Pak Dullah bermain jungkat-jungkit, mimpi menjadi penguasa negeri dengan puluhan selir duduk dipangkuannya sedangkan Bu Dullah nyengir kambing di belakang sana.

Ah, kasihan sekali jika Bu Dullah mengetahui mimpi Pak Dullah yang mangkir dari tugasnya mendengarkan petuah dari raja negeri.

"Hai!, Kau yang disana, kalau tidur di luar saja!", begitu suara keras yang menggelegar mengagetkan ruang aula yang megah itu. Angin pun terkejut sehingga langsung beringsut pergi dari mata Pak Dullah. Sementara sang empunya mata yang main jungkat-jungkit sudah menjadi pusat perhatian pemimpin desa yang lain. Merapikan posisi duduk tidak membantunya menghindari tatapan tajam mata raja negeri.

"Mimpi apa semalam aku, sehingga beliau menghardik aku saat ini," begitu ucap Pak Dullah. "Bukan begitu pak, yang benar mimpi apa, anda barusan", saut pemimpin desa yang duduk di sebelahnya.

Dengan kepala tertunduk dan tangan yang rapat di atas pangkuannya, Pak Dullah dihampiri raja negeri yang datang dan berdiri di depannya. Dengan mata merah meradang amarah, dengan tangan berkacak pinggang, sang raja negeri mengumandangkan maklumat. "Cungkil bola matanya, sehingga angin tidak lagi menggodanya!"

Sebuah hukuman yang mungkin pantas tetapi mungkin saja tidak, tetapi paling tidak maklumat yang mungkin bisa diajukan banding itu berlandaskan kepada norma kepemimpinan. Ketika amanat rakyat yang sudah mengantarkannya kepada kursi kekuasaan hanya digunakan untuk bersenda gurau dan bermain dengan semilirnya angin negeri biru. Bermain dengan mimpi yang menyeruak membuka tabir harapan pasif yang terus di kumandangkan negeri mimpi.

Mungkin sudah saatnya kita semua memulai bermimpi untuk tidak sekedar bermimpi.