Wednesday, July 18, 2007

Pintu dan Kemerdekaan

Pada suatu masa ketika pintu tidak lagi digunakan dan sudah ditinggalkan oleh semua orang. Pada masa itu semua orang tidak mengenal apa yang namanya pintu. Semua ruangan dalam sebuah bangunan tidak ada lagi yang membatasi selain tembok. Tempat keluar masuk hanya berupa lubang besar dibentuk sesuai kreasi.

Coba kita kembali ke masa ketika semua orang masih menggunakan pintu... Mmm... Sebuah masa kegelapan mungkin pikir orang-orang yang akan datang. Pintu dengan segala persoalannya, engselnya karatan, kuncinya hilang, daun pintunya rusak, gagang pintunya kendor, dan lain-lainnya. Pintu pula akhirnya yang membuat sebuah perbedaan dan membatasi ruang gerak seseorang. Tidak ada kebebasan ketika masih ada pintu.

Seorang atasan selalu menuntut ruang yang lebih private dan menuntut orang-orang di bawahnya untuk mengetuk pintunya terlebih dahulu ketika ingin masuk. Sebuah tata krama memang, tetapi coba bayangkan ketika setiap hari ada 10 orang yang mengetuk pintu itu pada waktu yang berlainan pastinya. Coba singkirkan sejenak masalah jeda waktu, nanti kita akan mendengarkan sebuah nada yang keluar. Lalu apa hubungannya dengan tuntutan tata krama tersebut? Tidak ada. Benar tidak ada hubungannya memang. Hanya sesuatu yang ngelantur kok ini.

Mmm... Saya sendiri tidak jelas dengan isi pada paragraf ketiga di atas. Apakah anda merasa jelas? Saya serahkan pada anda.

Lalu sekarang apa pula hubungannya dengan kemerdekaan si pintu itu? Pintu dan Kemerdekaan... Mmm... Saya sedikit tergelitik sebenarnya dengan judul di atas. Secara tertulis dalam sejarah negeri ini dan berulang-ulang kali kita bacakan setiap upacara bendera. Saya tidak pernah mendengar bahwa perjuangan pergerakkan kemerdekaan Indonesia juga memberi kunci pintu gerbang dari pergerakkan kemerdekaan itu sendiri.

Dimana kunci itu ya? Mereka hanya mengantarkan sampai depan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia. Mmm... Hilang mungkin ketika perang gerilya berlangsung atau ketika perang 10 November atau mungkin Pangeran Diponegoro lupa mengamanatkan kunci itu kepada bawahannya. Ah... banyak sekali kemungkinannya. Oh iya, Jendral Sudirman mungkin tahu dimana letak kunci itu. Ah, sudah lupakan Jendral Sudirman, sekarang dia sudah damai disana. Sekarang masalahnya adalah kita sudah sampai pintu gerbang ini dan tidak ada kuncinya untuk membuka. Kita hanya diantar sampai pintu gerbang yang tinggi menjulang tanpa diberi kunci. Mmm... Tidak ada kunci, tidak bisa masuk. Pantas sampai sekarang kemerdekaan itu masih berkabut.

Kembali pada masa dimana pintu sudah tidak dikenal keberadaannya.

Tidak ada pintu pada masa ini, semua serba terbuka, tidak ada yang membatasi kecuali tembok. Semua tempat bisa kita masuki tanpa ada batas tanpa perlu minta izin dengan mengetuknya tanpa perlu takut kehilangan kunci dan tidak perlu takut jika tidak bisa masuk atau keluar.

Sebuah masa dengan kemerdekaannya tersendiri dan kebebasannya tersendiri.

Masih perlukah kembali pada masa dimana pintu itu masih ada. Apakah itu sebuah zaman reneisance?
Pintu....
Ketuklah dulu ketika bertamu
Sebuah masa yang telah lalu
Biarlah berlalu...

0 komentar: